Sunday, March 24, 2013

Mengenal Raden Ajeng Kartini

Mungkin jika kita mendengar kata "Emansipasi" tentunya pasti akan terbersit di benak kita tentang perjuangan mulia dari "Raden Ajeng Kartini" atau lebih akrab dikenal dengan RA Kartini. Hayooo ....., coba ingat-ingat kembali siapa itu RA Kartini (itu sih nama guru MTK ku waktu SMP, hahahaha .... just kidding !). RA Kartini adalah wanita tercantik di masanya. Kenapa saya bilang wanita tercantik, penafsiran saya tentang wanita tercantik bukanlah seorang wanita yang memiliki keindahan paras serta tubuh bak bidadari syurga (kaya' pernah liat bidadari aja, hehehehe ....., just kidding), tapi wanita yang benar-benar memiliki kemampuan besar untuk melakukan suatu hal yang sangat mengagumkan (cantik) yang bisa menginspirasi banyak orang dan menjadikannya teladan yang baik, setuju tidak dengan pendapat saya itu? Saya rasa pasti setujukan? Baiklah, menjelang tanggal 21 April, di sini saya akan berbagi informasi tentang RA Kartini.

Dari wikipedia dituliskan bahwa Raden Adjeng Kartini, lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 dan wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. 

Nah ..., berikut ini tentang biografi RA Kartini :

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHZjXT2-Ws5N-lhTd0Izdgogdxws2opGVZ0nYtmuwFnWkzILIVA42TmcLqVc6WNG9LvSez3br5c4uOh2WLCw3dQxGTf5pkp5Bhk9MKn4lg3v2S8O-hpq_Ibqj7UA0yECwqHWqzELY5rNCd/s1600/1.jpgRaden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ayah RA Kartini bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, beliau adalah bupati Jepara. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. 

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
 
Raden Ajeng Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Raden Ajeng Kartini adalah anak perempuan tertua dari kesemua saudara kandungnya, Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda


Kemudian setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Dari sinilah timbul keinginan Raden Ajeng Kartini untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Karena kegemaran membacanya, Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat serta majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kemudian Kartini beberapa kali mencoba mengirimkan tulisannya. Alhasil tulisannya dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata) dan semuanya berbahasa Belanda. Bukan main perhatian Raden Ajeng Kartini tentang ilmu pengetahuan sehingga memperkaya wawasannya yang menjadi bekal perjuangannya.

Kemudian Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903 dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat karena suruhan dari orang tuanya. K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sendiri adalah bupati Rembang, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Beruntunglah Kartini karena suaminya mengerti akan keinginannya. Kartini pun diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Soesalit Djojoadhiningrat itulah nama anak pertama dan sekaligus terakhirnya, yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Dan kemudian beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Kemudian buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Pada tahun 1911 Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan kemudian dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.

Balai Pustaka menerbitkannya kembali dalam bahasa Melayu pada tahun 1922 dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Dalam versi Armijn buku ini dibagi menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya yang dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, dan juga surat-surat Kartini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.

Terbitnya surat-surat Kartini ini yang notabene adalah seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.


Buku-buku RA Kartini antara lain :
Tentunya sangat menarik dan mengesankan bukan perjuangan yang dilakukan oleh RA Kartini ini, berkat kepandaian, tekad dan kegigihannya ia diberi kemampuan untuk memperjuangkan para perempuan di Indonesia. Sebagai wanita Indonesia haruslah berterima kasih kepada beliau dan jangan lupa, tetap perjuangankan harkat, derajat dan martabat wanita Indonesia, jangan malah merendahkan lantas menjadikan wanita hanya sebagai penghias hidup para lelaki, atau justru menjadi wanita yang hanya merelakan dirinya untuk dijadikan budak, PSK, atau hal negatif lainnya. STOP !!!! wanita diciptakan bukan untuk itu, kita sesama manusia (baik laki-laki dan perempuan) diciptakan untuk saling melengkapi, manusia juga diciptakan dengan berbagai kelebihan untuk menjadikan kehidupan yang indah di bumi.

Jadi, marilah bersama-sama kita bangun kerukunan untuk hidup saling melengkapi dan ingat bagi para wanita, perjuangan RA Kartini sudah sangat berat, maka jangan sia-siakan hal itu. Mungkin ini sedikit informasi yang bisa saya hadirkan untuk membantu Anda semua mengetahui tentang RA Kartini. 


Sebagai pembaca yang baik, mohon komentar dan sarannya. 
Terima Kasih.